Santri Serbu Rumah Atalia: Ketegangan, Aspirasi, dan Harapan dari Bandung



---

Santri Serbu Rumah Atalia: Ketegangan, Aspirasi, dan Harapan dari Bandung

Bandung di Tengah Aksi Santri

Bandung yang biasanya tenang di pagi hari mendadak ramai pada pertengahan Oktober 2025. Puluhan santri dari berbagai pesantren di wilayah Bandung Raya berkumpul di kawasan Ciumbuleuit, tepat di depan rumah Atalia Praratya, istri mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Mereka membawa poster bertuliskan "Santri Bukan Objek Politik", "Hormati Pesantren", dan "Minta Maaf Sekarang Juga!".

Aksi itu menjadi sorotan publik setelah beredar video para santri meneriakkan takbir sambil membentangkan spanduk bertuliskan kecaman atas pernyataan Atalia yang dianggap menyinggung dunia pesantren.


---

Penyebab Ledakan Emosi

Awal mula kericuhan ini berasal dari pernyataan Atalia dalam sebuah forum publik yang menyinggung soal penggunaan dana APBN untuk renovasi Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo.
Dalam pernyataannya, Atalia disebut mengatakan bahwa penggunaan dana publik untuk proyek tersebut "perlu dikaji ulang agar tidak tumpang tindih dengan dana keagamaan lainnya."

Kalimat itu, bagi sebagian masyarakat, terdengar sebagai kritik administratif biasa. Namun di telinga para santri, terutama mereka yang menimba ilmu di pesantren tradisional, ucapan tersebut terdengar seperti keraguan terhadap kelayakan pesantren menerima dukungan negara.

> "Kami tidak anti kritik. Tapi kalau pesantren dianggap tidak pantas dibiayai APBN, itu menyinggung marwah kami sebagai penjaga pendidikan moral bangsa,"
ujar Fahmi Anshori, Koordinator Aksi dari Forum Santri Nusantara Bandung Raya.




---

Suasana di Lokasi Aksi

Sekitar pukul 10.00 WIB, massa mulai berdatangan ke kawasan rumah Atalia. Polisi dari Polsek Cidadap dan Satpol PP sudah berjaga di depan pagar rumah sejak pagi.
Jalan di sekitar lokasi sempat macet karena peserta aksi datang membawa kendaraan bak terbuka dan pengeras suara.

Petugas keamanan berulang kali mengimbau agar massa tidak memaksa masuk ke area rumah pribadi.
Meski sempat ada dorongan dari beberapa barisan depan, situasi tetap terkendali. Pihak kepolisian memastikan tidak ada tindakan anarkis.

> "Kami menjaga agar aksi tetap damai. Tidak ada penyerbuan dalam arti kekerasan. Ini murni penyampaian aspirasi,"
jelas Kapolsek Cidadap, Kompol Suryana.




---

Pernyataan Atalia

Melalui akun media sosial pribadinya, Atalia Praratya akhirnya memberikan klarifikasi. Ia menegaskan tidak bermaksud menyinggung dunia pesantren, melainkan mengingatkan soal mekanisme akuntabilitas dana publik.

> "Saya lahir dan besar di lingkungan religius. Saya menghormati pesantren sebagai benteng moral bangsa. Pernyataan saya bukan menolak bantuan negara, tapi mengajak agar dana publik dikelola transparan dan tepat sasaran,"
tulis Atalia dalam unggahannya.



Namun, klarifikasi itu belum sepenuhnya meredam emosi sebagian kalangan santri. Mereka menilai klarifikasi di media sosial belum cukup.

> "Kami ingin permintaan maaf disampaikan langsung di depan publik, bukan hanya di Instagram," kata Fahmi.




---

Resonansi di Dunia Pesantren

Reaksi keras para santri di Bandung rupanya mendapat simpati dari pesantren lain di Jawa Barat dan Jawa Timur. Beberapa forum santri di Cirebon dan Tasikmalaya bahkan ikut mengeluarkan pernyataan sikap.

Menurut KH. M. Rofi'i, pengasuh sebuah pesantren di Garut, reaksi santri bukan semata soal dana, tapi soal penghormatan terhadap identitas pesantren.

> "Pesantren bukan lembaga politik. Kami sudah berabad-abad membina moral dan ilmu agama. Kalau ada pejabat bicara seolah pesantren disubsidi berlebihan, itu bisa menimbulkan luka di hati umat," jelasnya.



Namun demikian, KH Rofi'i juga mengingatkan agar para santri tetap menjaga etika dalam menyampaikan aspirasi.

> "Kemarahan harus disalurkan dengan cara yang santun. Jangan sampai niat baik ternoda oleh tindakan kasar," tambahnya.




---

Suara Warga Sekitar

Warga di sekitar Ciumbuleuit mengaku kaget dengan kerumunan massa di lingkungan yang biasanya tenang.
Ibu Lilis, warga setempat, mengatakan sempat takut karena mendengar teriakan dan bunyi pengeras suara dari luar.

> "Saya kira ada keributan besar. Tapi ternyata santrinya tertib, cuma teriak-teriak sambil bawa spanduk. Polisi juga banyak," ujarnya.



Bagi sebagian warga Bandung, kejadian ini menjadi pengingat bahwa komunikasi publik pejabat atau figur publik harus lebih hati-hati, terutama ketika menyentuh hal-hal sensitif yang berkaitan dengan agama.


---

Pengamanan dan Langkah Lanjut

Kepolisian memastikan bahwa situasi di sekitar rumah Atalia kini kondusif. Setelah dua jam berorasi, massa membubarkan diri secara tertib sekitar pukul 12.30 WIB.
Tidak ada laporan kerusakan atau korban.

Pihak Forum Santri menyatakan akan menunggu respon resmi dari Atalia, dan berencana mengirim surat terbuka ke Kementerian Agama agar turut menengahi persoalan ini.

Sementara itu, pemerintah daerah melalui Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat, Dr. Nandang Sunandar, menyampaikan bahwa pihaknya siap memfasilitasi dialog.

> "Kami mengajak kedua pihak duduk bersama, karena persoalan ini bisa diselesaikan dengan komunikasi. Tidak perlu ada aksi-aksi lanjutan yang memecah umat," ujarnya.




---

Perspektif Akademisi

Menurut Dr. Nur Aini Rahmawati, dosen komunikasi publik Universitas Islam Bandung, kasus ini menunjukkan pentingnya public sensitivity dalam berbicara di ruang publik.

> "Figur publik, apalagi yang punya kedekatan dengan pejabat atau tokoh besar, harus peka terhadap makna kata. Kalimat yang bagi mereka terdengar teknis, bisa dimaknai berbeda oleh kelompok keagamaan," katanya.



Nur Aini juga menilai bahwa reaksi santri adalah bentuk keterlibatan sosial yang sehat selama dilakukan damai dan tanpa kekerasan.


---

Refleksi dan Harapan

Insiden di Bandung ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi semua pihak.
Di satu sisi, santri dan pesantren menunjukkan bahwa mereka memiliki suara dan keberanian untuk membela martabat lembaganya.
Di sisi lain, pejabat publik juga diingatkan agar setiap ucapan mempertimbangkan sensitivitas sosial dan religius masyarakat.

Kedua pihak sebenarnya memiliki tujuan sama — menjaga marwah bangsa dan memastikan keadilan dalam kebijakan publik.

Masyarakat kini menunggu langkah lanjut dari Atalia: apakah ia akan menggelar pertemuan dengan perwakilan santri untuk menjernihkan persoalan, atau memilih jalur pernyataan resmi melalui lembaga pemerintah.


---

Penutup

Peristiwa "santri serbu rumah Atalia" bukan sekadar aksi protes spontan, melainkan refleksi hubungan antara masyarakat religius dan figur publik di era media sosial.
Ketika komunikasi tidak disampaikan dengan empati, salah paham bisa melebar menjadi ketegangan sosial.

Kini, bola berada di tangan kedua pihak — para santri yang menuntut kejelasan, dan Atalia yang diharapkan memberi contoh bijak dengan membuka dialog.
Hanya dengan komunikasi terbuka dan saling menghormati, ketegangan bisa berubah menjadi pelajaran tentang bagaimana bangsa ini menjaga harmoni di tengah perbedaan.


---



PT SURABAYA SOLUSI INTEGRASI

PT SURABAYA SOLUSI INTEGRASI - JUAL BELI BLOG - JUAL BLOG UNTUK KEPERLUAN DAFTAR ADSENSE - BELI BLOG BERKUALITAS - HUBUNGI KAMI SEGERA

Post a Comment

Support By Yahoo!
Support By Bing

Previous Post Next Post