Direktur Perusahaan Tilep Setoran PPN Rp 2,51 Miliar, Ditjen Pajak Bertindak Tegas
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan kembali menunjukkan ketegasan dalam menegakkan hukum di sektor perpajakan. Seorang direktur perusahaan berinisial JH ditangkap aparat Ditjen Pajak karena diduga menilep setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan nilai fantastis mencapai Rp 2,51 miliar. Kasus ini menambah daftar panjang pelanggaran pajak yang berhasil dibongkar pemerintah, sekaligus menjadi peringatan keras bagi dunia usaha agar tidak bermain-main dengan kewajiban fiskal.
Awal Kasus: Kecurigaan dari Laporan Pajak yang Tidak Wajar
Kasus ini bermula dari temuan tim pengawasan Ditjen Pajak yang menemukan adanya ketidaksesuaian antara laporan keuangan dan setoran PPN perusahaan yang dipimpin JH. Dalam catatan administrasi, perusahaan melaporkan telah memungut PPN dari penjualan produknya, namun tidak ada setoran yang masuk ke kas negara dalam jumlah yang sesuai.
Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan bahan bangunan ini diketahui memiliki omzet cukup besar, namun setoran PPN-nya jauh di bawah rata-rata perusahaan sejenis. Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, ditemukan adanya manipulasi laporan dan penggunaan faktur pajak fiktif.
Tim penyidik kemudian memanggil JH untuk dimintai keterangan, namun yang bersangkutan tidak menunjukkan itikad baik dan beberapa kali mangkir dari panggilan. Akibatnya, Ditjen Pajak bersama aparat penegak hukum akhirnya melakukan penangkapan paksa di salah satu lokasi usaha miliknya.
Modus Penggelapan: Faktur Fiktif dan Setoran Palsu
Dalam penyidikan, terungkap bahwa JH menggunakan modus klasik: melaporkan faktur pajak seolah-olah telah menyetor pajak ke kas negara, padahal uang yang dipungut dari pelanggan digunakan untuk keperluan pribadi dan operasional perusahaan.
Dana PPN sebesar Rp 2,51 miliar yang seharusnya disetorkan justru dialihkan ke rekening perusahaan dan diakui sebagai "pendapatan tambahan". Lebih parah lagi, JH memerintahkan staf keuangan membuat laporan palsu agar sistem pelaporan pajak terlihat normal saat dilakukan pemeriksaan rutin.
"Yang bersangkutan telah beberapa kali kami panggil secara resmi, namun tidak kooperatif. Setelah bukti lengkap, Ditjen Pajak bekerja sama dengan kepolisian untuk melakukan penangkapan," ujar Kepala Kanwil DJP setempat dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Pelanggaran Berat Berdasarkan Undang-Undang Pajak
Perbuatan JH tergolong sebagai tindak pidana di bidang perpajakan. Ia dijerat Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam ketentuan tersebut dijelaskan, siapa pun yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut dari pihak lain ke kas negara dapat dikenai pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
Saat ini, JH telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. Penyidik juga menelusuri kemungkinan adanya pihak lain yang turut terlibat, termasuk rekanan bisnis dan staf internal yang membantu melakukan manipulasi administrasi pajak.
Dampak Luas: Kerugian Negara dan Hilangnya Kepercayaan Publik
Kasus penggelapan pajak seperti ini tidak hanya menimbulkan kerugian keuangan bagi negara, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan nasional.
Selama ini, pemerintah berusaha keras membangun budaya kepatuhan pajak dengan mengedepankan transparansi dan kemudahan dalam pelaporan. Namun, tindakan nakal seperti yang dilakukan JH dapat menurunkan moral para wajib pajak yang selama ini taat membayar pajak.
"Ketika satu pihak dengan sengaja menggelapkan pajak, artinya mereka menipu seluruh rakyat Indonesia. Pajak bukan sekadar kewajiban, tapi sumber pembangunan yang menyentuh kehidupan masyarakat," ujar seorang pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia.
Komitmen Ditjen Pajak: Penegakan Hukum dan Edukasi Wajib Pajak
Kementerian Keuangan melalui Ditjen Pajak menegaskan bahwa tidak akan mentolerir bentuk pelanggaran perpajakan sekecil apa pun. Dalam beberapa tahun terakhir, Ditjen Pajak terus memperkuat sistem pengawasan berbasis teknologi, termasuk melalui integrasi data transaksi dengan sistem perbankan, marketplace, dan lembaga keuangan lainnya.
Langkah ini bertujuan agar setiap transaksi yang berpotensi menimbulkan kewajiban pajak dapat termonitor secara real-time, sehingga mengurangi ruang gerak bagi pelaku manipulasi pajak.
Selain tindakan hukum, Ditjen Pajak juga memperluas program edukasi dan pendampingan wajib pajak. Melalui sosialisasi langsung, webinar, dan layanan konsultasi gratis, pelaku usaha diajak memahami pentingnya kepatuhan pajak untuk mendukung pembangunan nasional.
"Kami tidak hanya menindak, tetapi juga mengedukasi. Tujuan utama kami adalah menciptakan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berkelanjutan," tegas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP.
Pesan untuk Dunia Usaha: Jangan Main-Main dengan Pajak
Kasus JH menjadi peringatan keras bagi para pengusaha agar tidak mencoba memanipulasi laporan pajak. Pemerintah kini memiliki kemampuan deteksi yang lebih baik dengan dukungan teknologi digital dan data lintas lembaga.
Bagi pelaku usaha yang jujur dan patuh, sistem perpajakan yang kuat justru memberi manfaat, termasuk kemudahan administrasi, akses pembiayaan, dan insentif fiskal. Namun bagi mereka yang berniat curang, hukum menunggu dengan sanksi berat.
"Pajak adalah tanggung jawab bersama. Jangan tunggu ditindak, patuhlah sejak awal," tambah pejabat Ditjen Pajak.
Penutup: Pajak untuk Pembangunan dan Keadilan Sosial
Penangkapan direktur perusahaan yang menilep setoran PPN Rp 2,51 miliar ini menjadi contoh nyata bahwa pemerintah serius dalam menegakkan hukum perpajakan. Kejahatan di bidang pajak bukan hanya urusan administrasi, melainkan tindakan yang mencederai keadilan sosial dan menghambat kemajuan bangsa.
Dengan langkah tegas ini, Ditjen Pajak berharap kesadaran para pelaku usaha meningkat, dan kepatuhan pajak dapat tumbuh sebagai bagian dari etika bisnis. Sebab, setiap rupiah pajak yang dibayarkan dengan benar akan kembali kepada masyarakat dalam bentuk jalan, sekolah, rumah sakit, dan layanan publik lainnya.
Kepatuhan pajak bukan hanya soal hukum — ia adalah wujud cinta pada negara dan tanggung jawab terhadap masa depan Indonesia.