---
5 Daerah Terpanas di Jawa Timur: Fakta, Faktor, dan Fenomena Panas Ekstrem
Jawa Timur dikenal memiliki beragam kondisi geografis, mulai dari pegunungan tinggi hingga dataran rendah pesisir. Perbedaan topografi ini memengaruhi suhu di setiap daerah. Beberapa wilayah bahkan tercatat sebagai daerah terpanas di Jawa Timur, terutama selama musim kemarau. Artikel ini akan membahas lima daerah terpanas, faktor yang memengaruhi panasnya wilayah tersebut, dan fenomena yang terjadi akibat suhu ekstrem.
---
1. Madiun – Panasnya Dataran Rendah Kota Madiun
Madiun termasuk salah satu kota yang sering mencatat suhu ekstrem di Jawa Timur. Suhu rata-rata saat musim kemarau mencapai 33–36°C, bahkan pernah menembus 37–38°C pada puncak gelombang panas.
Faktor penyebab:
Terletak di dataran rendah.
Jauh dari pegunungan yang biasanya mendinginkan suhu.
Minim pepohonan di beberapa area perkotaan.
Fenomena panas ini menyebabkan masyarakat Madiun perlu meningkatkan konsumsi air dan menggunakan pelindung seperti topi atau payung saat beraktivitas di luar ruangan.
---
2. Ngawi – Panas di Jalur Pantura Bagian Selatan
Ngawi adalah kota yang terkenal panas karena lokasinya di dataran rendah dekat jalur pantura bagian selatan. Suhu rata-rata mencapai 34–36°C selama musim kemarau.
Faktor penyebab:
Dataran rendah yang luas.
Aktivitas industri lokal yang menghasilkan panas.
Minim vegetasi di beberapa wilayah.
Ngawi kerap mengalami gelombang panas pada bulan Oktober hingga November, menjadikan suhu terasa lebih menyengat dibanding kota lain di Jawa Timur.
---
3. Surabaya – Kota Panas dengan Fenomena Urban Heat Island
Sebagai ibu kota provinsi, Surabaya memiliki suhu rata-rata 33–35°C, dengan puncak panas mencapai 36°C. Fenomena ini diperparah oleh urban heat island, yaitu meningkatnya suhu di kota besar akibat banyaknya bangunan beton, aspal, dan minim ruang terbuka hijau.
Dampak:
Aktivitas luar ruangan terasa lebih berat.
Risiko dehidrasi meningkat.
Kualitas udara menurun karena panas meningkatkan polusi lokal.
Surabaya menjadi contoh bagaimana urbanisasi memengaruhi iklim mikro di perkotaan.
---
4. Blitar – Panas di Tengah Dataran Pertanian
Blitar juga tercatat sebagai salah satu daerah terpanas di Jawa Timur, dengan suhu rata-rata 33–35°C, bahkan kadang mencapai 36–37°C.
Faktor penyebab:
Terletak di dataran rendah.
Curah hujan tidak merata, sehingga tanah kering lebih cepat panas.
Lahan pertanian luas yang tidak banyak ditanami pohon peneduh.
Fenomena panas di Blitar biasanya terjadi sebelum musim hujan, menyebabkan petani harus menyesuaikan jadwal irigasi dan aktivitas pertanian.
---
5. Bojonegoro – Panas Akibat Aktivitas Energi
Bojonegoro memiliki suhu rata-rata 34–36°C, dan puncak panas sering terjadi sebelum hujan musim penghujan. Wilayah ini dikenal sebagai daerah pertambangan gas dan minyak yang juga memengaruhi suhu lokal.
Faktor penyebab:
Aktivitas industri energi yang menghasilkan panas.
Dataran rendah tanpa banyak hutan atau vegetasi peneduh.
Bojonegoro menunjukkan bagaimana faktor ekonomi dan industri dapat berdampak pada iklim mikro wilayah tertentu.
---
Faktor Umum Penyebab Panas Ekstrem di Jawa Timur
Beberapa faktor yang membuat daerah-daerah di atas lebih panas dibanding lainnya:
1. Dataran rendah: Wilayah rendah cenderung lebih panas karena panas dari permukaan tanah lebih cepat terasa.
2. Minim vegetasi: Kurangnya pohon atau hutan membuat suhu meningkat.
3. Urbanisasi dan industri: Kota besar dengan banyak bangunan beton, aspal, dan pabrik meningkatkan suhu lokal.
4. Musim kemarau: Kekeringan memperparah panas karena tanah kering memantulkan panas lebih kuat.
---
Dampak Panas Tinggi
Suhu ekstrem di Jawa Timur berdampak pada:
Kesehatan: Risiko dehidrasi, heatstroke, dan penyakit kulit meningkat.
Pertanian: Tanaman lebih cepat layu, memengaruhi hasil panen.
Aktivitas sehari-hari: Orang cenderung lebih memilih berada di dalam ruangan ber-AC.
---
Kesimpulan
Daerah terpanas di Jawa Timur seperti Madiun, Ngawi, Surabaya, Blitar, dan Bojonegoro menunjukkan bagaimana faktor geografis, urbanisasi, dan aktivitas industri berperan besar dalam menentukan suhu lokal. Menyadari kondisi ini penting bagi masyarakat untuk menjaga kesehatan, mengatur aktivitas, dan merencanakan pengelolaan lingkungan yang lebih hijau agar suhu tidak semakin ekstrem di masa depan.
---