Berikut analisis hukum atas kasus Delpedro cs berdasarkan pasal-pasal yang digunakan serta prinsip hak asasi manusia (HAM) di Indonesia:
---
1. Pasal yang Dikenakan
1. Pasal 160 KUHP (Penghasutan)
Unsur penting: "Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, atau melanggar ketertiban umum."
Syarat: Harus ada ajakan yang jelas dan niat langsung untuk menimbulkan tindakan melanggar hukum.
Pertanyaan kunci:
Apakah Delpedro benar-benar mengajak massa secara eksplisit melakukan kekerasan/pelanggaran hukum?
Ataukah hanya mengkritik kebijakan pemerintah, yang merupakan hak konstitusional?
2. Pasal 28 ayat (3) jo Pasal 45A ayat (4) UU ITE 2024
Mengatur larangan menyebarkan informasi elektronik yang menimbulkan keonaran atau keresahan masyarakat.
Unsur: konten yang terbukti bohong dan menyebabkan keresahan nyata.
Pertanyaan kunci:
Apakah informasi yang dibagikan Delpedro sudah diuji kebenarannya?
Apakah keresahan yang timbul akibat langsung dari konten itu atau hanya tafsir aparat?
---
2. Asas Legalitas dan Kebebasan Ekspresi
UUD 1945 Pasal 28E & 28F menjamin kebebasan berpendapat dan memperoleh informasi.
UU HAM (No. 39/1999) dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) (diratifikasi RI) menegaskan pembatasan kebebasan berekspresi hanya boleh:
1. Ditetapkan undang-undang secara jelas.
2. Diperlukan untuk ketertiban umum atau keamanan nasional.
3. Proporsional (tidak berlebihan).
⚖️ Analisis:
Pasal 160 KUHP dan Pasal 28 UU ITE dikenal sebagai pasal karet karena frasa seperti "menghasut" atau "menimbulkan keresahan" tidak memiliki batas definisi yang ketat.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan 7/PUU-VII/2010 menegaskan unsur penghasutan harus dibuktikan dengan niat nyata dan dampak langsung (imminent danger test).
Jika Delpedro hanya mengkritik kebijakan atau mengajak protes damai, pemidanaan sulit dibenarkan.
---
3. Prosedur Penangkapan
KUHAP mengatur bahwa penangkapan dan penggeledahan harus dilakukan dengan surat resmi, disertai alasan jelas, dan memungkinkan pendampingan pengacara sejak awal.
Penangkapan malam hari tanpa pemberitahuan keluarga dapat dipersoalkan jika tidak dalam kondisi tertangkap tangan atau urgent.
---
4. Potensi Pelanggaran HAM
Hak atas kebebasan berkumpul & berekspresi dilindungi konstitusi.
Penahanan berulang dan perpanjangan tanpa kejelasan risiko dapat dianggap tidak proporsional, melanggar prinsip due process of law.
Pemeriksaan menyeluruh terhadap staf Lokataru yang bukan tersangka bisa menimbulkan efek takut (chilling effect) terhadap aktivisme sipil.
---
5. Kesimpulan Awal
Kekuatan Tuduhan:
Jika aparat tidak memiliki bukti ajakan kekerasan yang spesifik atau konten bohong yang jelas, pasal-pasal yang digunakan lemah di pengadilan.
Banyak preseden kasus serupa berakhir SP3 atau bebas karena pembuktian "hasutan" sulit.
Hak Asasi:
Penahanan yang lama, pemeriksaan luas terhadap staf, dan minimnya transparansi menimbulkan indikasi kriminalisasi aktivis.
Praktik ini dapat dipandang melanggar UUD 1945, UU HAM, dan ICCPR.
---
🔑 Rekomendasi Langkah Hukum
1. Praperadilan untuk menguji keabsahan penangkapan dan penahanan.
2. Uji Materi (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi atas pasal 28(3) UU ITE jika dianggap pasal karet.
3. Menggalang dukungan publik dan pemantauan Komnas HAM untuk memastikan proses berjalan transparan dan adil.
---